Minggu, 10 April 2011

arsitektur lanskep (tulisan 4)

B
egitu dahsyat dampak dari berita tentang bahayanya ‘global warming’ hingga pada saat ini hampir semua program kegiatan ataupun pembangunan perumahan , mal dan apartemen selalu siap untuk menambahkan kata ‘GREEN’ pada setiap produk ataupun slogan tim pemasaran.bahkan setiap program pemerintah yang berbau lingkungan rasanya tidak afdol jika tidak membubuhkan kata ‘GREEN’ pada setiap cover atau spanduk yang bertebaran disetiap persimpangan jalan.Berbagai kata ‘ GREEN’ bagaikan kata sisipan yang ampuh untuk mendongkrak penjualan sebuah produk yang dianggap akan mampu menunjukan identitas social sebagai kaum modernis yang peduli akan lingkungan.

Segala ketidak mampuan untuk dapat menjaga lingkungan seakan menjadi lebih ‘GREEN’ jika kita selalu bicara tentang green building, green harbor, green wall, green infrastructure, green highways dan segala green yang lain, anda hanya perlu menyisipkan kata ‘GREEN’ di balik sebuah kata benda atau kata sifat maka secara otomatis anda akan terlihat masuk dalam kategori sosok ‘GREENER’, sosok pribadi yang modern,futuristic,mengerti tentang high-tech dan memiliki empati terhadap sesama yang tinggi.

Kata ‘GREEN’ yang seharusnya tidak hanya merupakan kata dengan pengertian harafiah ‘HIJAU’ dimana pada saat pelaksanaannya hanya melakukan Program penanaman kembali atau perlombaan untuk menghijaukan sebuah area dengan berbagai pohon, bukankah untuk hal tersebut kita sudah mengenal kalimat ‘reboisasi’? atau malah yang lebih ekstrim pengertian ‘GREEN’ cukup dengan menempelkan poster pohon-pohon hijau pada setiap pembangunan di ibukota seakan ingin menunjukan bahwa pembangunan yang sedang dilakukan tidak akan berdebu, tidak akan berbau, tidak akan menebang pohon dan pro terhadap lingkungan, meskipun image foto pepohonan hijau pada poster-poster tersebut hasil gebetan dari internet tanpa minta izin dari sang pemilik hak cipta karya foto tersebut.

Apa karena sudah tidak ada lagi area hijau di Indonesia yang dapat difoto untuk dijadikan image milik sendiri ..?

Kata’GREEN’ yang sedang menjadi fenomena salah kaprah di negeri ini merupakan tindakan pembodohan diri sendiri dan masyarakat dalam memberikan arti makna yang terkandung dalam penggunaan kata ‘GREEN’ ,


rofesi seorang Arsitek Lansekap yang mempunyai ruang lingkup kerja didalam kerangka bidang ilmu Arsitektur Lansekap atau lebih biasa disebut Arsitektur Ruang Hidup bukanlah sekedar suatu ketrampilan yang berkembang dan mempunyai cara-cara yang lazim dalam mengerjakan hal-hal sesuai petunjuk praktis saja. Keprofesian seorang Arsitek Lansekap haruslah selalu mempunyai dasar teoritis dan ilmiah, namun pengetahuan teoritis dan ilmiah yang diperlukan untuk menjadi professional janganlah di kacaukan dengan gejala keahlian yang relatif baru.

Banyak kaum professional Arsitek Lansekap menyatakan bahwa mereka ingin menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka untuk membantu orang lain atau klien, dan untuk melakukan hal tersebut sudah selayaknya mereka memiliki kebebasan untuk me-praktekan keahlian mereka seperti yang mereka anggap baik dan bukan seperti yang dianggap baik oleh klien.

Karena jika klien dapat menolong diri sendiri maka peran dan tanggungjawab seorang arsitek lansekap tidaklah di butuhkan ,namun pada kenyataan bahwa klien dengan sukarela datang kepada professional justru menunjukan bahwa mereka tidak mampu menolong diri sendiri,mereka ingin mendapatkan nasihat dari seorang professional.

Ketidak mampuan klien merupakan fakta dan dari sudut pandang ahli, tidak bijaksana bila membiarkan ahli membuat keputusan baginya. Mungkin lebih baik jika klien belajar menolong dirinya sendiri, tetapi pengetahuan yang mereka butuhkan untuk itu tidak mudah diperoleh, pendidikan formal dan pratek banyak diperlukan untuk menguasai berbagai teknik professional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar